Senin, 18 Maret 2013

KRING


Gemerincing itu terus berkumandang dipikiran Ra, walau malam mulai berpaling dan rembulan tak lagi cemerlang menatapnya.

"Hhhh...," Ra mendesah, mengapa ketetapan pikiran tak mampu selaras dengan rasa hati. Ra mencoba mendiamkan gemerincing itu dengan kebenciannya. Tapi tak bisa, rembulan itu masih saja mengganggu kenangannya!

Ra menderita, matanya tak mau terkatup meski raganya lelah. Gemerincing itu terus membangunkannya saat rembulan mulai menghilang. "Ia telah pergi, sinar peraknya tak lagi untukku," harpa itu ditendangnya menjauh. Setengah mengantuk, Ra memohon gemerincing rindu tak lagi mengganggunya dengan perasaan pilu yang mendayu-dayu. 

Ra tau, ia yang melepaskannya. Tapi apalah janji satu sisi, sedang yang lain terlalu asyik bermain dengan bintang yang gegap gemintang? Apalah artinya seekor gagak yang terus mengoak padanya, sebagaimana dirinya?

Rembulan itu masih di situ, ia tak akan kemana-mana. Namun mendung di hati Ra berusaha menutupnya, menghilangkannya dari salah satu konsep alam semesta. Mencoba menyimpangnya dari peredaran orbit sebagaimana mestinya. 

"Aku tak ingin bertemu rembulan!" pekiknya. Namun jarinya terus menerus mengetikkan sms rindu untuknya, memencet tombol 'oke' hanya untuk mendengar suaranya. Tapi rembulan itu tak lagi peduli, ia bahkan terlalu congkak hanya untuk mengangkatnnya!!

Maka Ra pun hanya bisa memaki dirinya sendiri. Bulunya yang hitam semakin hitam, sepekat hatinya kini yang makin lebam legam. Tapi mengapa gemerincing itu tak berhenti mengering?

Dan Ra hanya bisa pasrah, berharap bisa menutup telinga, hati, dan mata akan suaranya. Membiarkan rembulan menertawakan kebodohannya, sambil berdansa dengan bintang kejora.

"Biarkan aku beristirahat dengan tenang, aku tak lagi memujanya sebagaimana ia melupakanku," doanya pada entah siapa. Tapi gemirincing itu terus mengering...
kring... kring...


Landmark, 12 Mei 2008
Thanks to SGA
hujan itu tak lagi untukku...

1 komentar: